BROKEN HOME
“Broken home”
Sabtu itu sekolah pulang lebih awal, sebab hari ini
siswa-siswi hanya mengambil hasil semesterannya (alias raport). Tak ayal segera
ku langkahkan kaki untuk mengambil sepeda yang ada diparkiran. Emmm... matahari
tampak terik sekali teman, namun panasnya tak mengalahkan kayuhan sepeda kesayangan ku. Well well well rasanya ingin ku miliki
kekuatan telekinesis saat itu juga agar aku cepat sampai dirumah. Tak sabar
hati ini memperlihatkan hasil nilai yang ku dapatkan kepada kedua orang tua ku.
Sebenarnya ada alasan lain, kenapa aku ingin cepat pulang hari ini. Yaaaa..,
dia Ibu ku alasannya, hari ini dia pulang dari perantauannya di Jakarta. Sudah
sekitar setahun lebih aku tak melihat wajah perempuan yang ingin ku peluk
setiap hari. Aku tidak pernah tahu apa alasannya mengapa Ibu ku yang merantau,
bukan Ayah ku. Dalam pikiran ku selama ini “arghhh mungkin memang cuman disana
perkerjaan yang pas untuk ibuku”. Tapiii ... setibanya dirumah
“Gubrakkkk....,,,” langsung saja
sepeda ku lempar tanpa pikir panjang.
“Buuuuuu..,,,” teriak ku
“Kok gak ada jawaban”akhirnya ku
putuskan untuk berjalan perlahan.
Disana aku melihat ibu dan ayah
ku yang sedang perang mulut. Mereka bertengkar bak air dan minyak, persetan
oleh keegoisan mereka saat itu. Bagai badai disiang hari, bagai silet berkarat seakan menyayat nyayat
hati. Hancur sekali, harusnya bola mata ini menitihkan air mata kebahagiaan,
tapi justru menitihkan air mata kenistaan yang abadi.
Kaki ku lemas sekali seakan tak
ada daya, tubuhku terasa bergetar. Tapi kebencian ku seakan mengalahkan
kesedihan ku saat itu. Langsung saja ku berlari memasuki kamar, dan membanting
pintu. Menangis lah sejadi jadinya detik itu juga, merikuk ketakutan, hingga
aku tak merasakan sakit pada kaki ku yang
tadi terinjak pecahan gelas kaca dekat pintu.
Tak ku dengar lagi teriakan
neraka itu, sepertinya mereka mendengar suara bantingan pintu ku tadi.
Tiba-tiba Ayah ku datang, setibanya aku melihat ia seperti sosok pencabut nyawa
yang memiliki wajah seram dengan aura kejahatan. Takut sekali hingga terasa
sakit saat menelan air ludah. Segera Ayah ku memeluk ku sambil berbisik “ayah
sayang kamu nak” berkali-kali terus ku dengar dari mulut laki-laki yang paling
ku sayangi didunia. Usapan tangan nya dikepala ku seakan mengartikan sebuah
kasih yang hakiki.
Ayah ku melihat kaki ku yang saat
ini sudah berlumuran darah segar.
“Kaki mu kenapa nak ?” ucapnya
Hanya diam membisu sikap ku
padanya.
“Sebentar ya ayah ambilkan obat
dan perban dulu, kamu baik-baik disini” tambahnya (sambil mencari-cari kotak
p3k)
Tak lama kaki ku sudah terbalut
perban.
“Ayah akan ambilkan makan dan
minum untuk mu ya.,,,” katanya
Ku beranikan diri untuk bersuara
“tak usah Yah, aku sudah makan tadi. Aku ingin sendiri, tutuplah pintu saat Ayah
akan keluar”
Baiklah sayang, istirahat lah (: jawabnya
sambil beranjak keluar dan menutup pelan pintu ku.
Siang itu kata-kata “CERAI”
seolah-olah tak ingin pergi dari telinga dan pikiran ku. Rasanya lebih baik tak
bisa mendengar dan ingin sekali ku benturkan kepala ini ke dinding. Sangking
tak tertahannya, ku putuskan untuk menghidupkan tape dengan volume yang paling tinggi sampai-sampai tuas volume itu
patah oleh ku. Dengan suara tape itu,
bebas sekali ku teruskan tangisan yang tadi tertunda. Tak lama dari itu....,
“Nak, kenapa dengan mu. Suara tapenya akan mengganggu tetangga sebelah,
kamu tahu kan disana ada bayi yang harus tidur” teriak Ayah ku
Seakan tersadar dari kekacauan
hati, “kasihan bayi itu, kenapa dia jadi korban dari masalah ku” gumam ku. Ku
cabut kabel tape tersebut, lantas tak
lama aku tertidur karena kelelahan menangis.
Malam ini cuaca tidak begitu
baik, angin kencang seakan ingin memporak-porandakan apa saja yang ada
dihadapannya. Tetesan air dari langit jatuh dengan cepat, seakan ingin
menghujam bumi dengan penuh benci. Nampaknya cuaca ikut merasakan kesedihan
yang aku alami. Ku buka tirai jendela, terlihat kilatan-kilatan petir yang
seakan dapat membelah bumi mengerikan sekali memang.
“Tok....tok...” terdengar suara
ketukan pintu kamar ku
“Masuklah, pintu tidak terkunci”
ucap ku
Nampak ibu ku yang masuk kedalam,
sebelumnya aku melihat ia seperti ibu peri cantik dan baik hati yang akan
selalu hadir ketika aku panggil 3 kali. Tapi ntah kenapa malam itu, seolah-olah
ibu peri tersebut berubah menjadi penyihir yang memiliki rambut berantakan dan
berwajah menakutkan. Ketakutan itu membuat ku memundurkan langkah kesisi pojok.
Ibu memandang ku dengan semu seolah ia mengiyakan ini terjadi akibat
kesalahannya. Akhirnya segera ia memeluk ku dengan sangat erat hingga tak bisa
ku hirup udara. Ia memeluk ku sambil berkata “maafkan Ibu nak” berulang-ulang
ia ucapkan. Tangan kirinya pun sambil mengusap rambut, usapan yang hangat.
“Aku lelah bu, ingin tidur besok
harus bangun pagi karena ada tes kemampuan” ucap ku
Perlahan eratan pelukan itu
berongga, hingga bisa ku hirup udara lagi.
“Ibu akan buatkan kamu sarapan
kesukaan mu nanti pagi, belajarlah setelah itu istarahat ya nak” jawabnya
Tak ketinggalan kecupan kening,
ku dapatkan malam itu. Ibu berjalan meninggalkan kamar ku. Ku kunci kamar lalu
ku rebahkan tubuh kurus ini dikasur yang berusia seumuran dengan usiaku. Tak
bisa mengelak lagi mata panda ini tertuju pada atap plapon, ya disana terlihat
1 foto yang besar sekali dan ada banyak juga foto-foto yang berukuran kecil.
Tau kah kalian teman foto dengan ukuran besar itu siapa ? bukan foto sahabat
apalagi foto pacar, ya benar itu foto keluarga ku.
Foto tersebut diambil saat umur ku
10 tahun. Difoto itu aku berdiri tepat didepan Ibu ku. Kakak laki-laki pertama ku
berada disebelah kanan Ayah ku. Kakak laki-laki kedua ku berada disebelah kiri
Ibu ku. Dan kakak perempuan ku berdiri tepat didepan Ayah ku. Harusnya rumah
ini ramai oleh tawa canda mereka. Tapi kenyataannya mereka pergi meninggalkan
ku menorehkan cerita baru dikota
Jakarta. Hanya beberapa kali kesempatan mereka pulang. Terdengar kabar si
seminggu lagi kakak laki-laki pertama ku akan pulang kerumah, emm rasanya tak
menarik lagi buatku.
kringggggg
Hape ku tiba-tiba berdering,
menyadarkan pikiran ku yang tadi pergi ke masa lalu. Ternyata itu pesan dari
Adoy, entah lah dia siapa ? yang pasti dia adalah laki-laki yang saat ini dekat
dengan ku.
“Dea selamat belajar ya! Sukses
untuk tes kemampuan nya !”
“Tq Doy” balasku
Sial memang besok itu adalah tes
kemampuan, apalah daya kesedihan ku saat ini mengalahkan niat ku untuk belajar.
Berharap besok ada keajaiban saat menjawab semua soal-soal nya.
Tepat pukul 06.45 wib matahari
menyilaukan dan membangunkan aku dari perisitahatan. Seperti biasa perut ku
terasa mulas dan mual. Bahkan akhir-akhir ini aku muntah darah dan tubuh ku
mudah lelah. Tapi hal ini masih ku rahasiakan dari kedua orang tua ku. Pikirku
ini mual yang biasa, karena jelas aku memiliki sakit magh sudah lama.
“Nakk .. kamu sudah selesai
beresan” terdengar suara Ibu ku memanggil
“Sudah” jawabku
“Aku berangkat dulu Bu”
“gak makan dulu nak ?” balasnya
“Enggak nafsu makan” timpal ku
“hati-hati dijalan”
“berangkat dulu Yah”
Aku beranjak meninggalkan rumah
dengan kayuhan sepeda. Tidak tau pasti rasa tubuh ini seperti apa yang pasti
jiwa ku sangat lelah, air mata ku terasa tak henti-henti nya jatuh membasahi
bumi. Tatapan kosong yang nanar ini juga menguatkan diri.
Sesampainya aku disekolah, sebelum
masuk ke ruangan tes aku bertemu sahabat ku bernama Rosa. Ia melihat ku penuh
pengertian dan segera memeluk ku. Tak tau pasti apa maksudnya.
“Lah lu kenapa Ros ?”
“Dey ?”
“semua hancur Ros, hancur lebur!”
sambil mencoba menahan tangis
Aku beranjak pergi meningggalkan
Rosa.
“Dey, tunggu!” sambil menggait
tangan ku
“apaan si? Cerita ke elu juga gak
guna! Lepasin tangan gue
Pergi dan masuk kedalam ruangan.
Aku memang sempat mengirimkan sms semalam ke Rosa bahwasannya aku sedang sedih.
Itulah mungkin yang membuatnya mencegatku tadi. Tapi aku hanya diam dan
menangis. Teman-teman kelas ku hilir mudik, satu persatu menghampiri dan
menanyai ku sebenarnya apa yang terjadi. Aku hanya diam sambil terus menangis. Mereka ada yang
merespon dengan berkata “tetap semangat !!” ada yang kesal, karena mungkin
merasa aku adalah “orang yang lebay !” namun semua itu tak ku jadikan sebuah
masalah.
Namun seketika segerombal anak
perempuan datang menghampiri ku saat itu. Mereka setahu ku adalah teman sekelas
Rosa.
“apalagi ini” kataku
“lu ngapain Rosa, dia sampe
nangis kayak begitu! Elu kan sahabatnya kenapa bikin nangis!” kata mereka
“apaan si ? gue ga ngerti, emang
Rosa kenapa ?” sambil tetap bersandar pada meja.
“kita ngeliat kalian terlibat
bicara tadi sebelum Rosa menangis!”
Tak tertahan lagi langsung ku
gebrak saja meja yang ku sandari sejak tadi.
“lu liat gue sekarang ha? Ngapain
gue ngebuat Rosa nangis? Anj*ng lu ya semua!”
Mereka nampaknya shock setelah melihat wajah ku yang
lusuh akibat air mata.
“mana Rosa sekarang ?” sambil ku
usap air mata yang membasahi pipi
“dia dikelas Dey” jawab mereka
dengan pelan
Aku kemudian pergi dan mendatangi
Rosa, sebenarnya aku bingung kenapa dia menangis.
Sesampainya diruangan Rosa.
“Ros, kenapa ?” kataku
Mengagetkan memang, dia langsung
memeluk ku sambil terus menangis.
“tenanglah, semua akan baik-baik
saja. Aku tidak apa-apa, sekarang berhentilah menangis dan fokus akan tes”
bisik ku sambil mengelus-ngelus pundaknya
Akhirnya Rosa berhenti menangis,
teman-teman Rosa pun bingung sebenarnya apa yang terjadi. Setelah memastikan
bahwa Rosa benar-benar telah berhenti menangis segera ku beranjak pergi dari
ruangan kelas yang tadi semua siswa-siswi menonton ku.
Bergulirnya waktu ku jalani
hari-hari yang sulit. Hari yang dipenuhi aura negatif sampai-sampai mata ini
bengkak setiap hari menangisi about
family. Hari-hari ku seakan selalu diselimuti awan hitam pekat yang penuh
petir. Aku benar-benar dirundung kesedihan yang amat menyiksa.
Tiba lah hari ini, hari dimana
pengumuman hasil tes kemampuan. Sama sekali tak tertarik untuk ku. Oh iya hari ini
juga Ibu ku harus kembali ke Jakarta katanya.
Dan satu lagi hari ini juga kakak laki-laki pertama ku datang. Ya
terserah lah, aku seakan sudah muak dengan semuanya.
“Deyyyy” suara memanggil, mata ku
samar-samar melihatnya
Aku hanya diam.
“woy” ucap nya
“eh Adoy, whatssp? Nada malas
“gue punya marsmellow,nih buat lu
semuanya”
“lah kenapa kasih ke gue ?”
“gak pape, udeh gue duluan ya.
Atiati dijalan Deya”
“thanks Doy”
Dia hanya melambaikan tangannya.
Entahlah lah anak itu memang susah ditebak. Aku langsung membawa marsmellow dan
segera menuju parkiran mengambil sepeda, lekas tu cau ke rumah.
Ditengah jalan perut ku terasa
sangat tidak enak, mual sekali. Ku berhentikan kayuhan sepeda dan menepi disisi
jalan. Lagi-lagi muntah darah, gelisah sebenarnya tapi ku pikir penyebab darah
itu akibat minggu-minggu ini jarang sekali makan. Kau tau lah teman masalah
yang membelit ku ini membuat nafsu makan ku semakin kacau tak karuan. Setelah
ku usap mulut ku itu, kembali ku kayuh sepeda dengan sisa tenaga yang ku miliki.
Sesampainya dirumah.
“assalamualaikum”
“walaikumsalam”
“loh sampai jam berapa kak?”
sambil menaruh sepeda
“barusan aja dik, kamu nampak
pucat sekali”
“iya kak, lagi gak enak badan.
Kalau begitu aku masuk kekamar dulu ya kak”
“iyaaa, istirahat lah kalau bisa
makan dulu sebelum isitarahat”
Aku tak menjawabnya dan beranjak
memasuki kamar.
Adzan magrib pun berkumandang
segera aku membersihkan diri dan berwudhu. Setelah usai ku mengadu kepada
Pemilik Kehidupan ALLAH S.W.T, aku mendengar suara rintihan tangisan penuh
penyeselan. Ku lipat mukenah dan sajadah dan mencoba melihat apa yang terjadi.
Ku buka pintu, terlihat kakak ku menangis tersedu-sedu sambil memohon maaf
kepada Ayah ku. Apa yang ku dengar dari percakapan itu sangat mengejutkan.
“tidak-tidak mungkin kakak ku
melakukan itu” berbicara dalam hati
Tak lama dari itu, Ayah ku
mengeluarkan motor dan pergi meninggalkan kakak ku. Ya memang seperti itu Ayah
ku, ketika ia merasa tak bisa menahan emosinya lagi ia akan pergi. Kakak ku
tetap menangis sambil tangan nya memukul-mukulkan meja diruang keluarga. Ku
beranikan diri untuk menghampiri kekalutan kakak ku itu.
Duduk disampingnya.
“bicaralah pada ku kak” ucap ku
“tidak ada apa-apa, pergi ke
kamar lalu belajar” jawabnya
“aku sudah dewasa, aku berhak tahu
apa yang terjadi dikeluarga ini” sambil menangis
Tak disangka kakak ku memeluk ku.
Tadinya tak pernah ia seperti ini, yaa itu karena ia adalah orang yang kaku dan
jaim. Terus ku usap-usap pundaknya.
“maafkan kakak mu ini dik, aku
bukan lah kakak yang baik untukmu” ucapnya
“ini juga bukan keiinginan mu
kak” jawab ku
Setelah ku coba menenangkannya,
ia melepaskan pelukkan itu.
“jika kamu tau dik, kak Reva di
Jakarta kemarin melakukan tindakan bodoh”
“apa ?”
“ia meminum obat pembasmi
serangga”
“why?. Jangan katakan karena
keluarga ini kak” suara ku bergetar
“tak usah kakak jelaskan lagi”
jawabnya
“dan lagi, kak Reno sekarang ia
didiagnosa memiliki traumatik” tambahnya
“dan kakak mu yang sekarang duduk
tepat disamping mu telah melakukan tindakan hina, coba....”
“stopp kak jangan diteruskan!”
Bulir-bulir air mata ini terus
mengalir. Aku merasa Tuhan tak adil memberi jalan cerita yang seperti ini. Aku
memutuskan pergi dari rumah. Aku
berjalan saja tanpa tujuan. Terus ku susuri jalan dengan tatapan kosong dan air
mata yang tersisa.
Karena tubuh ini terasa sudah
tidak kuat lagi, langkah ku hentikan disebuah masjid. Setelah masuk melewati
gerbang masjid, aku tak sengaja menyandung kaki seorang anak kecil. Mungkin
kini usianya baru berumur 7 tahunan.
“ehh, maaf ya dik” ucapku
“tidak apa-apa kak. Mari duduk
sini kak”
“baiklah, kamu sedang menunggu
siapa dik?”
“aku lagi nungguin kakak aku kak”
“ohh”
“kita mau mengunjungi Ayah dan Ibu
loh kak”
“memangnya Ayah dan Ibu mu ada dimana?”
“Ayah dan Ibu kita ada di TPU
belakang masjid ini kak. Nih kami juga sudah siapkan bunga untuk mereka kak.
Gimana kak cantik tidak?”
Hatiku teriris mendengarnya.
“wah cantik sekali”
“emm.., andai kedua orang tua ku
masih bisa sama-sama bersama aku dan kakak, aku akan lakukan apa saja untuk
mereka kak. Biarpun nantinya mereka melukaiku, biarpun mereka terpisah, tak
mengakui keberadaanku. Sungguh rindu sekali melihat wajah mereka”
Aku tak bisa berbicara apa-apa
saat itu juga, tetesan air mata itu jatuh lagi. Begitu mulianya hati adik ini
Tuhan. Aku tak pernah bersyukur dengan apa yang terjadi kepada ku.
“loh, kakak kenapa menagis?”
Tak lama kakak adik perempuan
tersebut datang menghampiri kami.
“hey, kamu ngobrol sama siapa?”
“ini sama kakak cantik kak”
Ketika kami saling tatap
“Deya”
“Adoy”
“Adoy”
Lalu tak kuingat lagi apa yang
terjadi malam itu.
Dirumah sakit.
“anak bapak terkena kanker lambung dan sudah
stadium 4. Ini benar-benar parah pak. Kenapa bapak baru membawanya?”
“saya tidak pernah tau dok, dia juga
tidak pernah cerita kepada saya. Yang saya tau dia dari dulu memang memiliki
penyakit magh”
“lalu langkah apa yang harus kita
ambil dok?” nada khawatir
“kita tunggu sampai dia melewati
masa kritis nya, nanti baru kita bisa mengambil langkah apa yang harus kita
lakukan”
“saya mohon dok tolong anak saya”
sambil menangis
“kami akan berjuang semaksimal
mungkin. Berdoa lah pak, keajaiban Tuhan bersama kita” sambil menepuk pundak Ayah
ku
Dilain sisi Adoy memberitahu Rosa
tentang keadaan aku saat ini. Begitu juga dengan kakak ku si Denis
memberitahukan berita ini kepada Ibu dan saudara ku. Segera Ibu dan saudara ku
itu terbang dari Jakarta.
Aku terbangun~
“Deya”
“Adoy. Kita ada dimana?”
“sekarang kita dirumah sakit Dey,
mana yang sakit Dey?”
“perasaan gue Doy” sambil ku
teteskan air mata
“sudah lah, sekarang kondisi lu
lemah. Jadi jangan nangis, ntar lu suntik kalau nangis”
“baiklah gue panggil dokter dan
Ayah lu dulu ya” tambahnya
“biarkan Doy, jangan panggil
mereka. Biarkan nanti mereka sendiri yang menghampiri ku” sambil ku gait
tanggannya
“emm baiklah”
“Doy”
“iya”
“gue pengen pulang”
“kan kondisi lu tidak memungkinkan
untuk pulang Deya”
“gue pengen banget Doy, bujuk
mereka ya Doy plissss”
“nanti gue bicarain deh, sekarang
istirahat lah”
Tak lama dari situ Adoy memanggil
dokter dan juga Ayah ku tak ketinggalan juga kak Denis.
“bagaimana dok?”
“dia sudah melewati masa
kritisnya, tapi sebaiknya dia tetap disini pak”.
“tapi dok, dia ingin sekali
kembali kerumah. Apa tidak bisa kita rawat dirumah saja? Bukannya psikis juga
berpengaruh pada kesehatannya dok?” ucap Adoy
“baiklah jika memang begitu,
tetapi harus dengan pengawasan ketat”
Ayah ku nampak bingung saat itu.
“sudah om iyakan saja, percayalah
pada Deya”
“baik lah minta bantuannya ya dok”
Akhirnya aku pulang hari itu
juga. Kau tau teman dirumah sudah ada Ibu, kakak laki-laki kedua, kakak
perempuan, dan sahabat ku Rosa. Aku langsung dibawa ke kamar dengan tangan yang
tetap diinfus.
Diruang keluarga.
“bagaimana keadaan Deya Yah ?”
“dia terkena kanker lambung Bu”
sambil memasang muka lesu
“astagfirlohaladzim, ya ALLAH”
sambil menangis
“tenang lah Bu” kak Denis
mengusap-usap Ibu yang hampir pingsan itu
Dikamar.
“Dey, lu harus makan ya?” ucap Adoy
“perut sakit doy, malas banget”
“ini hadiah lu dong, kan tadi gue
udah ngerayu bokap lu?”
“emmm, baiklah”
Adoy akhirnya menyuapi ku dengan
perlahan.
“Doy”
“iya Dey, ada apa?
“lu tau alasan kenapa gue pengen
pulang?”
“em, kenapa memangnya?”
“coba liat deh kelangit-langit?”
Adoy akhirnya melihat keatas
plapon.
“wah, itu foto-foto keluarga lu Dey?”
“hahaha lucu banget lu yang itu”
sambil menunjukan salah satu foto disisi pojok
“indah bukan? Itu alasan gue
betah didalam kamar ini”
“besok gue pengen buat juga lah Dey”
ucap nya
“Doy, sudah ya makannya perutgue
sakit”
“yasudah”
“sebentar”
“kenapa?”
“itu dimulut lu belepotan gitu?
Haha”
“hehe thanks Doy”
“oh iya Doy, titip salam buat adik lu ya”
“hehe iya Dey”
“dia itu gadis yang manis dan
cantik, tapi ada satu hal luar biasa yang ia miliki”
“apa Dey?”
“dia sangat mencintai orang tua
kalian”
“maksudnya?”
“dia bilang ke gue, kalau bisa
dikasih kesempatan ingin sekali orang tua kalian hidup kembali, biarpun itu
dalam kondisi yang tidak baik, dalam kondisi terpisah, pokoknya dalam kondisi
apapun”
“gue malu Doy, gue kalah sama
seorang anak kecil”
“haha iya Dey, payah lu”
“Doy”
“iya”
“gue sayang ibu gue, gue sayang
ayah gue. Mereka bukan pilihan. Tuhan ciptakan mereka itu satu. Ada ibu berarti
ada ayah. Ada ayah berarti ada ibu. Kasih mereka itu disebut keluarga”
“semua akan baik-baik saja Dey
percaya lah”
“Doy”
“iya Dey, kenapa lagi ?”
“bisa ambilkan flashdisk didalam
laci meja gue”
“oke, tunggu sebentar”
“nihh Dey”
“tidak pegang saja flashdisk ini
Doy”
“lu bisakan putarin video
didalamnya?” tanyaku
“naikan layar disana Doy, pasang
kabel lcd ini ke laptop yang ada meja”
“oke gue lakuin deh buat lu”
Menunggu Adoy menyiapkan
semuanya.
“sudah Dey. Tinggal kita putar
aja deh video nya” ucap nya
“lu bisa panggil keluarga gue
kemari”
“tentu Dey”
Akhirnya Adoy segera memanggil
keluarga ku yang saat itu berada di ruang tamu
“maaf semuanya, diminta Deya
untuk ke kamarnya ?”
“Deya gak kenapa-kenapa kan?”
“tidak om. Mari semuanya”
“Deya tidak kenapa-kenapa kan
nak?”
Aku hanya diam.
“silahkan semuanya menghadap ke
layar Deya ingin kalian semua melihat video ini”
Semua orang berbalik badan ke
arah layar. Video itu pun diputar oleh Adoy. Namun sebelum itu, aku berbisik.
“Doy, gue ngantuk”
“yasudah tidurlah”
“terimakasih ya Adoy”
“iyaa Deya”
“Doy”
“ett iya Dey”
“bangunin gue saat nanti keluarga gue sudah
menjadi satu”
Adoy bingung sebenarnya apa yang
dimaksud, ia hanya diam tak menjawab apa yang dikatakan oleh Deya. Ia melihat
memang Deya sudah terperejam matanya. Sedangkan semua orang didalam serius
melihat video tersebut.
Video itu ternyata adalah sebuah
video yang dibuat oleh Deya untuk keluarganya.
Isi video itu :
“haii, aku rindu kalian
Rindu kebersamaan kita saat dulu
Rindu tertawa bersama, rindu saat menangis bersama
Karena rindu itu aku buat kan sebuah video ini
Semoga anda-anda menyukainya
Maaf sebelumnya aku memanggil anda, aku bingung harus memanggil apa.
Ingin sekali memanggil Ayah, Ibu dan
kakak
Tapi apalah daya, panggilan Ibu itu ada karena ada Ayah. Panggilan Ayah
itu ada karena ada Ibu. Kakak dan aku itu ada karena ada Ayah dan Ibu
Lalu saat kalian terpisah ? aku harus memanggil kalian dengan sebutan
apa?
Saat tidak ada Ibu yang menjadi istri Ayahku, saat tidak ada lagi Ayah
yang menjadi suami Ibuku
Saat kalian tak ada berarti tak ada aku dan kakak”
Kemudian video tersebut berganti
dengan foto-foto keluarga dari saat Deya anak-anak sampai beranjak dewasa. Saat
canda tawa, saat duka luka. Setelah itu juga terdapat video yang terekam dulu
saat Deya dan kakak nya bermain petak umpet, saat Deya berenang sekeluarga dan
saat berlibur keluar kota dipenghujung tahun. Bahkan foto-foto saat Deya muntah
darah yang tak diketahui oleh keluarga nya.
Semua melihat video tersebut
dengan tetesan air mata kesedihan, haru, dan penyesalan. Bahkan kakak laki-laki
nya seakan lupa mereka adalah laki-laki yang kaku dan jaim. Tak sampai disitu
video berlanjut, namun sepertinya video ini sudah akan berakhir.
Video terakhir :
“ haii”
Bu, aku sayang Ibu
Yah, aku sayang Ayah
Kak, aku sayang kalian
Emm Ayah dan Ibu itu
Bukan lah sebuah pilihan yang harus ku pilih
Ayah Ibu itu diciptakan Tuhan untuk bersama, karena itu alasan aku
terlahir didunia
Aku tidak pernah memaksakan kalian untuk bersama lagi
Aku hanya ingin kalian mengerti tentang aku
Jika aku diberi kesempatan
Aku ingin hidup kembali
Hidup dengan kalian, biarpun nantinya dikehidupan kedua kalian dalam
kondisi tidak baik, meski dalam kondisi terpisah, entah juga dikehidupan kedua
itu aku akan disakiti atau bahkan tak diakui
Ketahui lah Yah Bu “AKU AKAN TETAP MENCINTAI KALIAN”
Daaaaaa”
Seketika video tersebut selesai,
tangisan pecah seakan atap rumah akan runtuh. Ibu Deya dipeluk oleh Ayah Deya.
Kakak nya pun berpelukan. Rosa menangis sejadi-jadi nya. Adoy menitihkan air
mata penuh haru. Saat itu juga mereka bersamaan melihat kearah Deya. Ayah dan Ibu
nya kemudian memeluk Deya yang mana
sudah tidak terdengar lagi detak jantung anak manis yang mereka sayangi. Sudah
tidak terdengar lagi hembusan nafas nya. Mereka mengoyang-goyangkan tubuh Deya.
Sambil terus menyebut nama Deya. Apalah daya Deya sudah tidak berada diraga
nya, sudah tidak ada didunia ini.
Adoy berpikir ini yang dimaksud
kata-kata terakhir Deya “bangunin gue saat nanti keluarga gue sudah menjadi
satu” . suasana dirumah itu benar benar kacau.
“panggilkan dokter Yah
panggilkan!!”
“Deyaaaaaaa, bangun Deya!!!”
“Deyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa”
Semua benar-benar terlambat!!!!
TAMAT
Komentar
Posting Komentar